Akhir-akhir ini netizen gempar dengan bacaan qira’at yang dilantunkan dalam acara Isra Mikraj di istana negara. Pasalnya qira’at tersebut menggunakan nagham Jawa yang khas dengan lekak-lekuk gemulainya.
Berikut adalah link qira’atnya: https://www.youtube.com/watch?v=ijZF0f-C9nk
Sebelum saya mengutarakan pendapat saya lebih lanjut, saya ingin minta
pertolongan kepada Allah Swt. supaya dijauhkan dari rasa kebencian dulu dari pihak-pihak
atau golongan manapun. Dikarenakan dari rasa kebencian ini akan dapat mempengaruhi
sebuah pendapat menjadi tidak objektif, cenderung memihak dan prematur.
Dalam hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh imam Al-Baihaqi dan imam At-Tabharani
-Rahimahumallah- dijelaskan sebagai berikut:
إِقْرَءُوا
الْقُرْآنَ بِلُحُوْنِ الْعَرَبِ وَأَصْوَاتِهَا وَ ِإيَّاكُمْ وَلُحُوْنَ أَهْلِ
الْفِسْقِ وَالْكَبَائِرِ فَإِنَّهُ سَيَجِيْءُ أَقْوَامٌ مِنْ بَعْدِيْ
يُرَجِّعُوْنَ الْقُرْآنَ يَرْجِيْعَ الْغِنَاءِ وَالرَّهْبَانِيَّةِ وَالنُّوْحِ
لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ مَفْتُوْنَةٌ قُلُوْبَهُمْ وَقُلُوْبُ مَنْ
يُعْجِبُهُمْ شَأْنُهُمْ.
“Bacalah Al-Qur’an sesuai dengan cara dan suara orang-orang
Arab. Dan jauhilah olehmu cara baca orang-orang fasik dan berdosa besar. Maka
sesungguhnya akan datang beberapa kaum setelahku melagukan al-Qur’an seperti
nyanyian dan rahbaniah (membaca tanpa tadabbur) dan nyanyian. Suara mereka
tidak dapat melewati tenggorokan mereka (tidak dapat meresap ke dalam hati).
Hati mereka dan orang-orang yang simpati kepada mereka telah terfitnah (keluar
dari jalan yang lurus).”
Status hadis ini masih dipertentangkan oleh para ulama. Ada
yang meng-hasankannya ada yang men-dhoifkannya. Untuk lebih jelasnya silakan
merujuk pada kitab-kitab hadis yang mu'tabar.
Anggaplah saya memakai pendapat yang meng-hasankannya. Dari hadis tersebut
diperoleh 2 kesimpulan penting:
· Anjuran
membaca Al-Qur'an dengan luhunul arab. Luhunul arab artinya: Membaca dengan
qoidah tajwid, sekira makharijul huruf, sifatul huruf, yang 2 harakat, yang 4
harakat, yang 6 harakat dan hukum tajwed lainnya dibaca pas dan tepat, tidak
lebih tidak kurang. Bukan maksud dari luhunul arab disini adalah nagham 7 yang
dikenal pada link yang pernah saya tuliskan di sini:
http://noternative.blogspot.com/2014/11/nama-nama-laguirama-seni-tilawatil-quran.html.
· Larangan
membaca Al-Qur’an dengan luhun ahli fisq. Ulama mengatakan mereka adalah orang
Yahudi dan Nashrani.
Lihat penjelasan hadis lebih lanjut
dari kitab Mirqotul Mafatih disini:
http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?flag=1&bk_no=79&ID=4402
Lalu bagaimana dengan kasus bacaan qira’at yang menggemparkan publik di istana
negara pada cara isro' mi'roj dengan nagham Jawa?
Berikut adalah kesimpulan pendapat saya yang bisa saya sampaikan:
1. Membaca Al-Qur'an
dengan nagham 7 hukumnya boleh dengan CATATAN KERAS harus mematuhi kaidah tajwid
yang berlaku.
2. Hukum
membaca Al-Qur’an dengan luhuun (nagham) adalah khilafiyyah (terjadi perbedaan
para ulama). Tidak perlu diperuncing dan diperdebatkan, selagi sang qori' masih
menerapkan qaidah tajwed yang ada.
3. Adapun membaca dengan nagham Jawa seperti pada video hukumnya tidak dibenarkan (bukan berarti mengharamkan). Karena dua hal:
Ø Menyelisihi perintah Nabi saw. dalam hadis yang masih
diperdebatkan para ulama tentang kesahihannya di atas.
Ø Sehebat-hebat nya sang qari' membawakannya, ia tetap terjatuh pada
At-tamdid (memanjangkan yang tidak panjang) dan ada beberapa poin tajwId
lainnya. Darisini, ia sudah melanggar rambu-rambu tajwId yang ada.
Hal ini karena irama Jawa identik
dengan lekak-lekuk, cengkok yang khas, perubahan nada yang mendadak dari tinggi
ke bawah dll. Sehingga ketika dipadukan dengan hukum tajwed akan kontradiktif
dan merubah hukum tajwid. Kesimpulan ini saya peroleh setelah mengamati dengan
seksama bacaan sang qori'.
4. Point no 3
tidak hanya terbatas pada nagham Jawa saja, namun berlaku juga pada nagham
apapun termasuk 7 nagham yang saya sebutkan pada link di atas. Selama
belajar Al-Qur’an saya belum pernah menjumpai 1 nagham pun yang cocok (padu
dengan qaedah tajwed) digunakan untuk membaca Al-Qur’an selain nagham 7 di atas.
5. Tidak bisa dengan serta merta kita memvonis bahwa qira’at tersebut hukumnya HARAM. Karena untuk menyimpulkannya harus melalui studi kritis yang sangat mendalam oleh pakar syariah. Kalau mau nekat, dikhawatirkan kita terjerumus masuk dalam ancaman siksa Allah SWT, berfatwa tanpa ilmu dan ancamannya sangat berat. Tanyalah kepada MUI, atau dewan fatwa yanmg bersangkutan. Ini adalah sebagai bentuk kehati-hatian kita dalam menyimpulkan hukum syariat.
6. Dengan gegabah memvonis haram, maka secara tidak langsung sama saja dengan kita memvonis suku Jawa adalah ahlul fisq bagaian dari Yahudi dan Nasrani. Dan hal ini sangatlah berbahaya dan sangat tidak bisa ditoleransi.
7. Nama prersiden di catut sebagai kambing hitam dalam pelaksanaan ngaji seperti ini. Seolah beliaulah yang memprakarsai dan mengajari sang Qori dan memerintahkannya supaya ngaji demikian. Menurut saya ini adalah kesimpulan yang prematur dan tergesa-gesa. Butuh tabayyun dan mari kita takut kepada Allah Swt dalam hal tuduh-menuduh ini karena orang yang dituduh akan menuntut balasan kelak di akhirat.
8. Harapan dan masukan saya kepada pak menteri agama, supaya beliau mempertimbangkan dan mengkonsultasikan terlebih dahulu dengan MUI sebelum memasukkan program membaca Al-Qur’an dengan nagham budaya masing-masing masuk dalam program islam nusantara. Karena islam nusantara ada batasannya, dan untuk mengatahuinya harus kembali kepada pakarnya.
9. Saya sangat Paham
bahwa kesimpulan-kesimpulan diatas pasti ada yang pro dan kontra. Terutama di
kalangan para ustadz yang lebih alim dari Al Faqir. Oleh karenanya, Al Faqir
dengan lapang dada menerima masukan dari siapapun yang berkenan memberikannya,
baik kecil atau besar, senior atau junior Al Faqir sama saja, dengan syarat
dengan masukan yang baik dan sopan.
Semoga kesimpulan
yang tergesa-gesa ini mendapat ridho Allah Swt. Semoga ada manfaatnya meski
sedikit. Dan jangan lupa untuk menanyakannya kembali kepada yang lebih alim
dari Al-Faqir.
Salam hormat dan cinta
Mochamad Ihsan Ufiq
Doha, 17 Mei 2015
0 Komentar