Bertajwid
VS Hafal Al-Qur’an, Mana Dulu?
"Lebih baik saya mengaji dengan
bertajwid sempurna 100% tapi gak hafiz daripada hafiz namun tajwidnya
acakadul-amburadul". Ungkapan ini yang saya simpulkan dari tausiyah ustaz-ustaz
agama.
Alasannnya, bahwa hukum mengaji bertajwid adalah fardhu ain bagi pembaca. Sedangkan hafal Al-Qur’an hukumnya kesunnahan yang sangat dianjurkan melihat kemuliaannya yang sangat besar. Ada juga ulama yang mengatakan hukumnya fardhu kifayah. Namun tetap saja hukumnya tidak wajib ain atau berdosa jika ditinggalkan. Hanya sebatas merugi saja akan pahala yang melimpah.
Kesimpulannya: Fardhu ain VS sunnah muakkad jiddan maka yang darurat didahulukan adalah fardhu ain.
Lumayan sering saya di minta tolong orang tua
anak-anak, baik Arab atau non-Arab, "Mas, tolong! ada waktu buat tahfidz
anak saya nggak?". Ketika saya dengar anaknya mengaji, tajwidnya masih belepotan
tidak memenuhi standar baca. Inginnya mereka, saya mentalqin baca lalu
anaknya menirukan sampai hafal. Namun, cara menghafal seperti ini (tanpa
mengaji tajwid yang diprioritaskan) akan merugikan kedua belah pihak:
1. Gurunya “capek” mengulang-ulang tanpa ada hasil yang
memuaskan, apalagi anaknya lemah hafalan, banyak main dan susah diatur.
2. Anak akan menjadi ketergantungan mengaji. Kalau tidak
ada gurunya malas mengaji dan mengulang karena tidak bisa baca.
3. Mengaji hanya terbatas yang sudah dihafal bersama
gurunya saja. Diminta buka surat lain “kelabakan” tidak bisa membaca.
4. Kalau tajwid tidak diprioritaskan sejak dini (ala
kadarnya, banyak hafal saja) ketika dewasa akan terbiasa baca “amburadul”,
susah memperbaikinya.
"Wah, itu keadaan diri saya sejak kecil sampai
dewasa, gimana Mas? Dosa dong saya meninggalkan fardhu ain?"
Jawab: Tidak ada dosa jika bertaubat dan segera
mencari guru mengaji sekarang juga dan terus belajar tanpa lelah (jalan saja).
Yang dosa itu jika masa bodoh, "Biarin, meski gak seberapa benar tajwid
saya, saya masih bisa baca lancar kok, bahkan 1 juz bisa saya baca 15-20 menit
saja".
Kecuali jika kita sudah mencari guru yang bisa ngajar tajwid, namun tidak ketemu. Dalam keadaan ini kita dimaafkan. Tapi kalau menonjolkan rasa gengsi saja, seperti:
Dalam hal ini, harapannya semoga Allah Swt membebaskan
kita dari murkanya saja. Yang jelas, jangan sampai berkesimpulan demikian,
"Halaaah, intinya ngaji lancar, tajwid gak wajib, gak perlu belajar lagi,
udah bisa ngaji kok".
Mohon koreksi dan tambahan atas kekurangan dan kesalahan
Salam persaudaraan dan perdamaian
Mochamad Ihsan Ufiq
Doha, 14 Desember 2015
0 Komentar