Translate This Web

Artikel Populer Dalam 30 Hari Terakhir

Cerita Di balik Terbuatnya Kaligrafi Ini


 1. Konten & Nama khat Pada Gambar

Tertulis pada foto di atas dalam bahasa arab: غرفة المؤذن الأندونيسى. Artinya: Ini adalah ruang (khusu untuk) Muadzzin (orang) Indonesia. Al-Faqir akan bercerita kronologi pembuatan karya ini.

Sedangkan khat yang Al-Faqir gunakan kali ini adalah khat tsulus. Berikut sedikit tentang khat tersebut: 

Khat Tsuluts adalah gaya penulisan kaligrafi Arab yang muncul pada abad ke-7 M. Gaya ini ditandai dengan bentuk huruf tegak, lengkungan melingkar, dan penekanan pada kesimetrisan. Khat Tsuluts digunakan dalam seni kaligrafi Islam dan sering ditemukan dalam hiasan Al-Qur'an, hadits, dan bangunan-bangunan Islam.

2. Cerita Di Balik Karya Ini

Saat itu kebetulan pintu rumah Al-Faqir terletak berdempetan dengan jalanan lewat masuk masjid. Sehingga banyak sekali orang yang menyangka pintu ruang rumah Al-Faqir adalah disangka toilet masjid. 

Kejadian yang paling parah ketika Al-Faqir memanggil polisi gara-gara pintu tersebut di congkel seorang tukang yang menyangka listrik masjid ada di dalam rumah saya. Sempat ditawarkan polisi agar kasusnya ini dinaikkan ke pengadilan karena masuk delik kriminal. Namun Al-Faqir memilih jalur berdamai.

Karena kejadian buka pintu tanpa salam, main gedor, langsung buka gagang, main congkel, maka Al-faqir putuskan untuk membuat sebuah tulisan penanda bahwa ruang ini bukanlah toilet. Meski demikian tetap saja kejadian-kejadian diatas terulang terus-menerus. 

3. Pelajaran Kehidupan Di Balik Cerita

a. Benar, orang-orang yang menggedor, menyongkel, membuka gagang pintu ruang Al-Faqir diatas tidak ada maksud buruk. Mereka hanyalah orang polos nan lugu yang belum memiliki kehati-hatian dalam berbuat. Al-Faqir hendaklah membuka pintu sebesar-besarnya dan memaklumi keadaan mereka.

b. Benar, seharusnya mereka mencari tahu terlebih dahulu, atau bertanya ini pintu apa. Atau minimal ketuk pintu dan ucap salam. Namun demikianlah kehidupan, selalu ada orang yang tidak sama dengan cara berfikir kita. Lagi-lagi harus belajar "legowo" akan sikap orang lain yang merugikan.

c. Sebagai orang yang beresiko terdzolimi oleh perbuatan "polos" orang lain hendaklah kita memasang "standart ganda", mengkalkulasi mara bahaya yang terjadi hingga mengusahakan perubahan keadaan. Bukan malah bertahan dalam keadaan tersebut lalu menyalahkan setiap orang "polos" terperosok dalam perbuatan "mendzolimi" kita.

Posting Komentar

0 Komentar